(Pain)fully Loving You Part. 2


“(Pain)fully Loving You Part. 2″

Songwriter : Brightcloudshofi/@yeyeism || Cover by : beautifullsunday || Artists : Kyuhyun, Sooyoung, Changmin || Duration : Medley(Chapter) || Genre : Romance, Family || Rating : G

Summary : Kau tahu pepatah yang mengatakan ‘mencintai berarti harus siap untuk tersakiti’? Pepatah itu ada benarnya. Cinta itu memang menyakitkan. Pengkhianatan, kebohongan, dan dusta tak pernah lepas dari kata cinta yang selama ini kita yakini bisa membuat kebahagiaan itu. Walaupun begitu, siapapun tak akan bisa menghindar dari penyakit yang satu ini. Kau tahu apa alasannya?

also read part 1

~(Pain)fully Loving You~

Changmin berjalan menuju ruangan Direktur sambil membawa beberapa dokumen yang harus ditandatangani oleh atasannya itu. Sesekali ia tersenyum dan membungkukan kepalanya hormat kepada beberapa pegawai yang dikenalnya. Suasana hatinya sedang bagus hari ini. Changmin kemudian membuka pintu ruangan Kyuhyun setelah sebelumnya  sempat mengetuk pintu beberapa kali.

Sajangnim saya—“

BRAK! “Sial!” tiba-tiba Kyuhyun menggebrak meja dan menutup telepon kantornya dengan kasar, membuat Changmin hanya melongo kaget. Kyuhyun berdiri dari duduknya dan menatap Changmin. “Orangtuaku sepertinya sudah gila! Masa mereka sudah mau menetapkan tanggal pernikahanku tanpa persetujuanku!!?” tiba-tiba Kyuhyun marah-marah.

“Wow” ucap Changmin datar. “Tak kukira akan secepat ini diberitahunya”

MWO?! Jadi kau sudah tahu?”

“Kemarin tuan Cho sendiri yang memintaku untuk mencarikan gedung resepsi pernikahan”

MWO?! Apa ini masuk akal?”

“Hmm… karena kau termasuk chaebol*, sepertinya cukup masuk akal”

“Aku tak terima! mana bisa mereka melakukan ini sesuka hati mereka terhadap anaknya sendiri!?”

“Justru karena anak sendiri makanya melakukan sesuka hati”

“YA! Kau ini ada dipihak siapa sebenarnya? Yang jadi bosmu itu aku atau pria tua itu, eoh?”

“Hehehe… tentu saja anda, sajangnim

“Pokoknya kalau mereka terus memaksaku, aku akan kabur bahkan di hari pernikahan, masa bodoh mau membuat malu atau tidak. Mereka pikir aku bisa hidup dengan seseorang yang bahkan belum pernah aku lihat sekalipun?”

“Tapi pasti nanti kan kau akan dikenalkan dulu dengan wanita pilihan orangtuamu itu sebelum menikah. Lagipula perjodohan itu tidak selamanya buruk kok, contohnya saja orangtuamu, pamanmu, lalu kakakmu. Mereka semua dijodohkan tapi sampai sekarang rumah tangga mereka baik-baik saja bukan?”

“Aiiisshh… tapi tetap saja aku— YA! kau membela mereka lagi?”

“Aku hanya—“

“Sekali lagi kau membela mereka, kau kupecat”

YE! algesseumnida. saya selalu di pihak anda sajangnim” ucap Changmin tegas sambil mengangkat tangannya memberi hormat. Walaupun teman, namun ia juga sedikit takut kalau Kyuhyun serius dengan ucapannya. Sepertinya Kyuhyun memang benar-benar dalam emosi tingkat tinggi sekarang. Kyuhyun mengusap wajahnya dengan kasar dan menarik nafas panjang untuk menenangkan emosinya. Semua ini karena ayahnya yang baru saja memberitahu hal tersebut di telepon tadi. Seharusnya ia tidak membawa-bawa masalah pribadi ke kantor seperti ini.

“Hhhh… kita bahas masalah ini lain waktu” ucap Kyuhyun akhirnya. Ia kembali ke mejanya dan duduk dengan tenang. “Kemarikan dokumennya, itu berkas-berkas yang harus kutandatangani kan?”

Ye” Changmin segera mendekati meja Kyuhyun dan meletakan berkas-berkas itu disana untuk Kyuhyun baca.

“Oh ya, bagaimana dengan perkembangan masalah sengketa tanah di Cheongju itu?”

“Kita kalah sajangnim, panti asuhan itu benar-benar memiliki surat resmi kepemilikan tanah dan mereka masih saja menolak untuk digusur”

“Bukankah panti itu hanya panti asuhan kecil yang kurang mendapat perhatian pemerintah? Beri saja mereka sejumlah uang yang cukup untuk mendirikan panti asuhan baru di tempat lain”

“Mereka tidak mau pindah karena katanya banyak anak-anak yang dititipkan orangtuanya disana, jika suatu saat orangtua anak-anak itu kembali mencari anak mereka, pasti akan lebih sulit jika mereka pindah, dan lagi tempat itu merupakan tempat mereka dibesarkan, jadi mereka kekeuh untuk tetap tinggal disana”

“Cihh, omong kosong. Siapa yang mau kembali mengambil anak yang sudah dibuang orangtuanya sendiri? Tawarkan mereka dengan uang yang lebih besar. Pokoknya aku tidak mau panti asuhan kecil itu mengganggu proses pembangunan hotel baru perusahaan kita”

“Masalahnya, setiap bulan panti asuhan itu terus mendapat sokongan dana besar dari seseorang, makanya walaupun tak mendapatkan perhatian pemerintah sekalipun, mereka tak pernah kesulitan ekonomi”

Mwo? Lalu siapa orang itu?”

“Kami masih belum dapat mengetahuinya karena itu adalah hal yang sangat pribadi dan yayasan panti itu sangat merahasiakan identitas para penyumbangnya. Tapi yang kudengar-dengar dari penduduk sekitar sepertinya ia merupakan orang terhormat dan pemilik perusahaan besar juga”

“Kalau begitu cari tahu lebih lanjut siapa orang itu, dan segera beri tahu aku kalau kau sudah mendapat informasi lebih detail”

Ne, algesseumnida” Changmin mengangguk sekali.

***

“Kemarin kau kenapa pulang duluan?” tanya Yoona pada Sooyoung yang sedang sibuk mengatur kue-kue di toko. Sesekali ia akan mengeluarkan sebuah note kecil di dalam kantung celemeknya dan mencatat tentang persediaan kue, pemasukan dan pengeluaran dari hasil penjualan, dan keperluan lain yang harus ia beli.

“Oh, itu, ada sedikit masalah” jawab Sooyoung datar.

“Ada apa? Kau tidak setuju dengan kekasih ibumu ya? Jangan begitu Sooyoung-ie, kau harus memberinya kesempatan. Mungkin setelah mengenalnya kau bisa berubah pikiran” ucap Yoona sok tahu.

“Dia bukan pacar ibuku, dia…” Sooyoung menghentikan kegiatannya dan menghela nafas sejenak seakan mempersiapkan diri untuk mengatakan kata yang akan ia ucapkan berikutnya. Ia memikirkan sebutan apa yang cocok untuk orang yang ditanyakan Yoona tadi. “—mantan suami ibuku” jawabnya kemudian.

“Mantan suami? Berarti dia itu…!” Yoona kini yang gantian diam setelah mendengar pengakuan Sooyoung. Sejak ia berteman dengan Sooyoung belum pernah sekalipun Yoona melihat atau mengenal ayah dari sahabatnya itu. Yoona bahkan tidak tahu kalau ayah Sooyoung masih hidup atau tidak karena Sooyoung tak pernah membicarakan sedikitpun tentang ayahnya. Pembicaraan mengenai ayah Sooyoung ini adalah pertama kalinya untuk mereka karena Yoona pun tak pernah berani bertanya untuk masalah pribadi yang cukup sensitive ini.

“Ehmm.. Jadi dia itu ayah kandungmu ya?” tanya Yoona hati-hati takut menyinggung perasaan Sooyoung.

“Begitulah”

“Kau tidak suka jika ayah dan ibumu rujuk kembali? Mungkin mereka mau memulai kembali kehidupan yang baru”

“Ayahku sudah punya istri lagi”

“Ooh, maaf aku tak tahu”

Anni, gwaencanha..

Kling Kling. Suara bel yang ditaruh di atas pintu toko untuk menandakan jika ada orang masuk itu berbunyi seketika dan menghentikan pembicaraan mereka berdua. Yoona dan Sooyoung segera menghadap ke pintu dan membungkuk hormat untuk menyapa pelanggan yang datang.

Oseo-oseyo, ada yang bisa saya—“ Yoona menghentikan omongannya begitu ia mengenali siapa yang datang. Merasa ada yang aneh dengan sahabatnya, Sooyoung ikutan memandang orang yang dilihat temannya itu. Belum sampai Sooyoung memberikan senyuman sambutannya ia sudah diam duluan dengan muka masam. Sooyoung segera membalikan badannya dan berjalan menuju pintu penghubung yang menghubungkan rumahnya.

“Sooyoung-ie—“ panggil sang ayah yang tak lain adalah tuan Choi.

Ceklek. Belum sempat Sooyoung masuk ke dalam rumahnya, nyonya Hong sudah lebih dulu masuk ke toko lewat pintu penghubung itu dan mencegat Sooyoung untuk tidak pergi kemana-mana.

Eomma, aku mau lewat”

“Tidak sebelum kau mendengarkan kami berdua” ucap nyonya Hong tegas. Kali ini ia tidak mau menuruti kemauan Sooyoung. Masalah diantara mereka harus segera diselesaikan karena kalau tidak hubungan ayah dan anak itu tak akan mengalami kemajuan. Sooyoung akhirnya terpaksa menuruti perintah ibunya. Mereka bertiga kemudian masuk ke dalam rumah. Sooyoung sudah duduk di sofa ruang tengah dan nyonya Hong membuatkan teh hangat dan cemilan ringan untuk teman mengobrol mereka. Tuan Choi ikut duduk bersama Sooyoung dan matanya sibuk memperhatikan seisi rumah itu.

“Kenapa? Belum pernah masuk ke rumah reyot seperti ini ya?” tanya Sooyoung judes pada ayahnya. Ia sedikit risih dengan tingkah ayahnya yang memandang rumahnya itu seperti sebuah museum tua.

Anni, appa hanya penasaran dengan rumah yang menjadi tempatmu tumbuh besar ini” tuan Choi tersenyum hangat. Sooyoung hanya memutar bola matanya malas. Nyonya Hong yang telah selesai membuatkan makanan dan minuman lalu duduk bersama mereka. “Gomawo” ucap tuan Choi sambil mengambil cangkir tehnya dan nyonya Hong membalas dengan senyum lembutnya. Sooyoung lagi-lagi memutar bola matanya malas saat melihat ibunya bersikap sangat ramah pada ayahnya itu.

“Jadi apa yang mau kalian bicarakan? Kalian tidak sedang memulai hubungan baru lagi kan? Karena kalau iya, aku orang pertama yang akan menolaknya”

“Ehmm… Bukan begitu Young-ie, begini…  eomma dan ayahmu sudah sepakat—“

“Biar aku saja yang menjelaskan” potong tuan Choi. “Sooyoung-ie, appa mau mulai sekarang kau tinggal bersama appa” Sooyoung diam sebentar untuk mencerna kata-kata ayahnya itu.

Hening. 1 detik. 2 detik. 3 detik. 4 detik. 5 det—

“Ahahahahha…” tawa Sooyoung keluar begitu saja saat menyadari omongan ayahnya yang menurutnya tak masuk akal. “Jangan bercanda, itu tidak mungkin kan? Ahahahaha…” Sooyoung kembali tertawa. Bagaimana mungkin ia tinggal dengan seseorang yang sudah menelantarkan ia dan ibunya? Sejak Sooyoung kecil ia hanya dibesarkan oleh ibunya seorang diri. Dulu mungkin ayahnya sering datang menemuinya untuk sekadar tahu keadaannya tapi setelah ia beranjak umur 7 tahun, kunjungan ayahnya semakin jarang, lama-kelamaan hanya saling mengabarkan lewat telepon, dan kemudian tak pernah lagi menghubunginya. Beranjak remaja, Sooyoung baru mengerti tentang keadaan keluarganya yang sebenarnya—bahwa kedua orangtuanya sudah bercerai. Setelah tahu kalau ayahnya mempunyai keluarga lain, Sooyoung mulai menghindari ayahnya. Ia selalu meyakinkan dirinya sendiri kalau ia bisa hidup tanpa ayah. Dengan hidup bersama ibunya saja sudah cukup baginya.

“Mungkin ini terlalu cepat buatmu tapi kita tak punya pilihan lain. Beberapa hari yang lalu eomma mendapat telepon kalau pamanmu yang di Busan sedang ada masalah dan butuh bantuan eomma. Mungkin kalau tidak besok, lusa eomma akan berangkat ke Busan” jelas nyonya Hong yang membuat Sooyoung benar-benar terkejut dan menghentikan tawanya. Ia tidak menyangka kalau omongan ayahnya serius.

Eo-eomma, ja-jadi ini serius?” tanyanya gugup sedikit ketakutan.

“Malam ini kau mulai packing barang-barangmu dan besok kau akan dijemput oleh ayahmu”

“EOMMA!” Sooyoung berdiri dari duduknya dan melotot kesal pada kedua orangtuanya. “Bagaimana bisa kalian memutuskan ini tanpa meminta persetujuanku dulu?! Disini adalah rumahku dan aku tidak mau pindah kemanapun!” setelah berkata begitu, Sooyoung segera berlari ke kamarnya dan membanting pintunya kasar. Nyonya Hong hanya menghela nafasnya berat melihat anaknya yang masih belum bisa menerima keputusan ini.

“Jangan terlalu dipaksa, mungkin Sooyoung memang masih belum bisa menerimaku” ucap tuan Choi.

“Tapi kita memang tak punya pilihan lain kan? Anak itu memang sedikit keras kepala, kalau tidak dipaksa, sangat susah untuk merubah keputusannya. Lagipula walau bagaimanapun kau tetap adalah ayahnya. Ia hanya perlu waktu untuk mengerti”

“Tapi bagaimana kalau ia tetap menolak? Aku tidak mau ia semakin membenciku”

“Maafkan aku… Ini semua salahku karena membiarkan anak itu tumbuh dengan membenci ayahnya”

Anni, jangan bicara begitu”

“Aku akan mencoba bicara lagi padanya, kau tetap datang saja besok untuk menjemputnya. Akan kupastikan ia setuju”

“Baiklah kalau begitu, aku pulang dulu”

Nyonya Hong mengantarkan tuan Choi sampai depan pintu lalu berpamitan pada mantan istrinya itu. Nyonya Hong kemudian masuk lagi ke dalam rumah dan menuju kamar Sooyoung yang untungnya tidak dikunci.

“Young-ie…” panggil nyonya Hong sambil mengelus kepala anaknya yang sedang tidur tengkurap di kasur. Mendengar suara ibunya, Sooyoung segera duduk menghadap ke arah ibunya.

“Kenapa eomma menginginkan aku untuk tinggal bersama orang itu dan keluarganya? Apa eomma tidak mau mengurusku lagi? Apa aku sangat membebani hidup eomma?”

“Tidak sayang—“ ucap nyonya Hong yang matanya mulai berair. Jujur ia juga sangat berat memutuskan hal ini namun ini semua harus dilakukannya demi masa depan dan kebahagiaan anaknya sendiri.

“Kumohon eomma, aku janji aku akan jadi anak baik, aku tidak akan menyusahkan eomma lagi, aku akan bekerja keras membuat hidup kita berkecukupan, dan aku akan menuruti semua kemauan eomma asal jangan suruh aku tinggal dengan mereka, Jebalyo…”

Nyonya Hong kini meneteskan air matanya. Ia menangis tanpa suara. “Bukan begitu Young-ie, kau tahu bukan itu maksud eomma…

“Tap-tapi aku tak pernah membayangkan jika aku harus hidup dengan keluarga mereka, aku tak mengenal mereka eomma, bagaimana mungkin aku—“

“Kau tidak akan pernah tahu sebelum kau mencobanya kan? Mereka adalah keluargamu juga Sooyoung”

“Tapi—“

“Dengarkan eomma, pamanmu baru saja membuat masalah lagi karena ia menggadaikan rumah peninggalan nenekmu yang sekarang ia dan keluarganya tempati. Karena masalah itu bibimu jadi sakit keras, sedangkan sepupu-sepupumu masih harus sekolah dan diurus. Eomma tidak bisa berdiam diri saja kan? Eomma harus kesana dan membereskan masalah itu. Paling tidak selama sebulan eomma harus tinggal disana. Eomma tidak bisa membawamu ikut ataupun meninggalkanmu sendirian disini karena eomma pasti akan khawatir. Jadi paling tidak, untuk sementara ini kau tinggalah dulu dengan ayahmu, ne? Jika ayahmu atau keluarganya memperlakukanmu dengan buruk dan kau benar-benar tidak tahan tinggal disana, segera lapor pada eomma dan detik itu juga eomma sendiri yang akan menjemputmu pulang”

“Lalu bagaimana dengan toko kue kita dan Yoona?”

“Untuk sementara toko akan eomma tutup dan Yoona akan eomma berhentikan. Besok eomma akan menjelaskan langsung pada Yoona”

“Lalu bagaimana eomma mengatasi masalah paman? Memang eomma punya uang?”

“Sebenarnya eomma punya tabungan yang tadinya akan eomma gunakan untuk biaya kuliahmu. Saat kau bilang kau akan menunda kuliahmu, eomma sangat sedih dan terpaksa setuju karena eomma memang harus mengatasi masalah ini lebih dulu. Sebenarnya ayahmu sudah sejak lama menginginkan kau tinggal bersamanya tapi eomma selalu menolaknya karena memikirkan perasaanmu. Eomma rasa sekarang adalah saat yang tepat untuk memperbaiki hubungan kalian. Kau sudah membenci ayahmu sebelum kau sempat mengenalnya Youngie, dan eomma mau kau mengakhiri itu mulai sekarang”

“Tapi kebencianku beralasan eomma. Pria itu sudah menelantarkan kita!”

Nyonya Hong menangis lagi. “Maafkan eomma Youngie…”

“Kenapa eomma minta maaf? Ini bukan salah eomma!”

“Suatu saat kau akan tahu, tapi tidak sekarang” nyonya Hong menghapus air matanya dan memegang pundak Sooyoung. Ia menatap mata Sooyoung dalam. “Pikirkan baik-baik, kalau dengan ayahmu, kau tak perlu menunda kuliahmu, hidupmu akan berkecukupan, dan…. eomma tidak akan pusing mengkhawatirkanmu selama eomma berada di Busan”

Sooyoung yang mendapat tatapan seperti itu dari ibunya perlahan mulai luluh. Ia tak tega bahkan untuk sekedar bertanya lagi. Sudah berapa banyak kekhawatiran yang eomma alami? Batin Sooyoung. Tiba-tiba masa lalu bersama dengan ibunya berputar kembali di otaknya. Segala kasih sayang dan pengorbanan ibunya masih terekam jelas dalam ingatannya. Mereka selalu berdua menghadapi masalah demi masalah yang datang pada keluarga kecil mereka. Menguatkan diri satu sama lain jika menghadapi hal sulit. Sooyoung sadar, bagaimanapun keputusan ini pasti juga berat untuk ibunya. Jika ia tetap keras kepala dengan kemauannya, ia akan lebih menyusahkan ibunya.

“Baiklah eomma… demi eomma aku akan mencobanya” kata Sooyoung akhirnya. Nyonya Hong tersenyum dan memeluk putri tunggalnya. “Tapi dengan syarat!” lanjut Sooyoung yang langsung dijawab dengan anggukan kepala dari nyonya Hong. “Pokoknya eomma tak boleh lupa untuk menelponku, tak boleh lupa untuk menjaga kesehatan, dan kalau ada masalah segera ceritakan padaku” ucap Sooyoung tegas dan menekankan setiap kata-katanya. Nyonya Hong tersenyum lagi dan memeluk Sooyoung semakin erat.

Arraseo, eomma halkke. Bersikap baiklah pada appa dan dan keluarganya, ne?”

Ne, akan kucoba”

***

Keesokan harinya Sooyoung sudah siap dengan semua barang-barangnya. Ia tidak membawa semua pakaiannya melainkan meninggalkan beberapa untuk disimpan di rumahnya. Setelah tuan Choi datang menjemput, Sooyoung segera pamitan dengan ibunya dan juga Yoona. Berkali-kali Sooyoung memeluk ibunya erat. Rasanya berat sekali untuk berpisah dengan ibunya itu. Akhirnya Sooyoung dan tuan Choi mengendarai mobil menuju kediaman keluarga Choi. Selama di perjalanan Sooyoung hanya membuang muka ke jendela tanpa berkata apapun. Mereka berdua lebih banyak diam daripada mengobrol. Kecanggungan belum bisa lepas dari ayah dan putrinya itu.

“Apa ada barang yang kau butuhkan sebelum kita sampai ke rumah?” tanya tuan Choi mencoba membuka percakapan. Sooyoung akhirnya menengok ke arah ayahnya dan berpikir sejenak. Kini kata rumah jadi terasa asing baginya.

“Sepertinya tidak ada” jawab Sooyoung datar sambil menggelengkan kepalanya. Ia berbalik lagi ke posisi semula. Membuang muka ke arah jendela. Perlahan. Ia akan mencoba membuka hatinya untuk ayahnya, tapi secara perlahan. Sekarang ia hanya perlu menurut dan tidak membantah, itu saja sudah cukup untuk memulai semuanya.

>>>

“Nah, yeobo, dia adalah putriku, Choi Sooyoung” ucap tuan Choi memperkenalkan Sooyoung pada istrinya ketika mereka sudah sampai dalam rumah keluarga Choi. “Minho, Minhwan, dia adalah noona kalian,” tambah tuan Choi lagi pada kedua putranya yang masih terkejut dengan apa yang dikatakan oleh ayah mereka. “Sooyoung, ayo berikan salam pada ibumu”

Annyeonghaseyo, eomoni. Choi Sooyoung imnida. Jal buthakderimnida” ucap Sooyoung sopan pada nyonya Choi sambil membungkukkan badanya 90 derajat. Tuan Choi tersenyum karena sikap Sooyoung yang sopan. Gadis kecilnya memang sungguh manis. Nyonya Choi menganggukan kepalanya sekali tanpa bicara apa-apa. Ia sebenarnya ingin mengajak Sooyoung untuk bersalaman, namun saat ia akan mengulurkan tangannya, entah mengapa tubuhnya seakan bergetar dan aliran darahnya menjadi lebih cepat seperti orang ketakutan. Akhirnya nyonya Choi mengepalkan tangannya lagi dan menyembunyikan tangannya di belakang tubuhnya.

“Minho, Minhwan, mulai sekarang Sooyoung akan tinggal bersama kita” ucap tuan Choi lagi pada kedua putranya.

Mwoeyo?!! Appa! Eomma! Kalian serius akan menampung anak ini disini? Kami saja baru melihatnya hari ini” protes Minhwan.

“YA! Jaga bicaramu! Panggil dia noona!” ucap tuan Choi tegas. Dalam hati ia sangat menyayangkan kenapa anaknya bersikap seperti itu padahal seharusnya yang paling berat untuk keputusan ini adalah Sooyoung. Minho yang tadinya sedikit lebih diharapkan bisa bersikap bijak karena umurnya yang lebih tua, ternyata sama saja. Ia hanya mendengus malas dan berbalik menuju kamarnya dengan cuek tanpa bicara apapun lagi.

“Aku benar-benar tidak mengerti dengan jalan pikiran appa!” Minhwan masih terlihat kesal dan segera berlari menuju kamarnya.

“Jangan diambil hati, adik-adikmu memang agak manja, nanti mereka juga akan terbiasa dengan kehadiranmu” Sooyoung mengangguk pelan mendengar ucapan ayahnya lalu memandang nyonya Choi lagi. Yang Sooyoung rasakan dari ibu tirinya itu justru aura tidak suka dan tatapan intimidasi untuk dirinya.

“Aku akan ke kamar untuk istirahat, kamar untuk Sooyoung sudah aku siapkan. Letaknya di lantai dua di sebelah kamar Minho” ucap nyonya Choi datar lalu berjalan menuju kamar utama.

Ne, kamsahamnida, eomoni

“Ayo, appa antar ke kamarmu” tuan Choi kemudian menyuruh seorang pelayan untuk membawakan barang-barang Sooyoung ke kamarnya. Ia berjalan di samping Sooyoung sambil menjelaskan ruangan-ruangan apa saja yang ada dalam rumah besar itu. Sooyoung melihat setiap sudut ruangan dengan seksama. Rumah keluarga Choi bukan main megahnya, setiap tempat di desain begitu artistic dan barang-barang mewah bertebaran dimana-mana. Sooyoung hampir tak berkedip ketika melihat lampu kristal—yang biasanya hanya ia lihat di film-film itu—berada di tengah-tengah ruang tamu. “Ini adalah kamarmu” ucap tuan Choi setelah membuka sebuah pintu. Sooyoung terkesima dengan apa yang dilihatnya saat ia masuk ke dalam. Luas kamarnya yang sekarang tiga kali lebih besar dari kamarnya yang lama. Dinding dicat warna merah muda dan ranjang dengan bed cover berwarna senada. Ada satu sudut yang didesain sebagai ruang belajar dengan satu rak berisi penuh buku dan meja belajar yang lengkap dengan alat tulis dan lampu belajar. Di samping ruang belajar itu ada sebuah sofa dan TV serta rak-rak kecil. “Itu adalah kamar mandi dan di sebelahnya lemari bajumu” tambah tuan Choi sambil menunjuk dua buah pintu dengan jari telunjuknya. Sooyoung mendekat ke pintu yang dikatakan ayahnya sebagai lemari itu lalu membukanya. Betapa kagetnya ia saat matanya menangkap sederetan baju-baju mahal yang tersusun rapi. Lemari yang dimaksud tuan Choi ternyata adalah sebuah closet (ruangan kecil) untuk berganti baju. Dari ujung pintu sampai ke dalam banyak sekali baju-baju dari mulai gaun, kaus santai, celana, rok, dan baju tidur yang tersusun sesuai warna dan jenisnya. Di tengah ruangan terdapat cermin besar yang bahkan lebih tinggi dari tubuh Sooyoung dan di bagian bawah terdapat rak-rak kaca yang berisi tas-tas dan sepatu. “Istriku yang menyiapkan semua ini untukmu. Ia bahkan menghabiskan waktu berjam-jam di mall hanya untuk memenuhi lemari ini. Seluruh kamarmu diatur sendiri olehnya. Ia terlihat bersemangat sekali waktu itu karena sebenarnya ia sangat menginginkan anak perempuan”

Eomoni?” tanya Sooyoung yang dibalas dengan anggukan kepala oleh tuan Choi. Ia yakin kalau ia tidak salah dengar saat ayahnya menyebut istrinya tapi ia merasa sedikit aneh karena ibu tirinya yang justru berbuat ini untuknya padahal tadi melihat Sooyoung saja rasanya benci sekali. Yah, paling-paling hanya bualan appa atau eomoni melakukan itu karena appa yang menyuruhnya..

“Jangan salah paham dulu terhadap keluarga appa, ne? walaupun sikap mereka seperti itu, tapi aslinya mereka adalah orang yang baik. Mereka hanya perlu waktu untuk beradaptasi dengan kehadiranmu. Setelah kalian terbiasa dan saling mengenal kau pasti akan mempunyai pandangan yang berbeda”

Sooyoung hanya tersenyum sinis dan mengangguk.

“Oh ya, ibumu sudah mendaftarkan namamu ke universitas Yeodae di jurusan ekonomi, jadi jangan lupa untuk tes wawancara pada hari Jumat nanti. Appa tidak tahu ternyata kau tertarik pada bisnis dan appa senang sekali saat mendengar kau menjadi peringkat teratas di sekolahmu. Appa sangat bangga padamu, Sooyoung”

Ne, gomawoyo” jawabnya datar.

“Baiklah, appa harus pergi karena masih ada janji dengan orang lain. Kau atur saja dulu barang-barangmu, kalau butuh bantuan jangan sungkan untuk menyuruh beberapa pelayan dan kalau ada apa-apa segera beri tahu appa

Ne, arrasseoyo” Sooyoung menganggukan kepalanya. Tuan Choi tersenyum dan berjalan menuju pintu. Sooyoung lalu duduk dan membuka kopernya. Sambil mengeluarkan barang-barang, Sooyoung teringat dengan ucapan ibunya yang mengatakan kalau Sooyoung sudah membenci ayahnya terlebih dahulu tanpa sempat mengenalnya. Mungkin ucapan eomma benar, dan salah satu sifat appa yang baru saja kutemukan adalah… dia sangat cerewet!

“Dan.. satu lagi..” tuan Choi menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Sooyoung, menatapnya penuh harap. “Bisa tidak kau memanggilku appa? Sejak kemarin aku terus menunggumu untuk menyebutku appa

“Apa dengan aku pindah ke rumahmu aku harus mengikuti semua kemauanmu?” tanpa sadar ucapan itulah yang keluar dari mulut Sooyoung sebagai jawaban. Sejujurnya ia sangat gugup saat ayahnya bertanya begitu. Ia merasa tidak enak dan sedikit.. bersalah. Tapi ia terlalu gengsi untuk meminta maaf. Sekarang ia merasa kesalahannya semakin besar. Oh, bahkan perkataannya mungkin dapat meyakiti hati ayahnya.

“Ah, tidak bukan begitu, hanya saja… ah, ya sudah, lupakan saja. Aku harus pergi” tuan Choi berbalik menuju pintu. Ya, siapapun butuh waktu untuk terbiasa.

Sooyoung dapat melihat ekspresi kecewa tercetak jelas pada wajah ayahnya. Saat itu juga Sooyoung teringat kembali pada ibunya. Eomma pasti kecewa jika ia melihatku yang seperti ini.

Appa” panggilan Sooyoung membuat tuan Choi menghadap ke arah putrinya lagi. Dari tatapan matanya bisa Sooyoung rasakan kalau ayahnya ingin mendengar panggilan itu lagi. Sooyoung meneguk ludahnya sendiri dan perlahan membuka mulutnya. “A..appa” ucap Sooyoung canggung sambil menatap ayahnya. Sudah berapa tahun ia tak pernah menyebut panggilan itu. Bahkan ia menggunakan sebutan mantan-suami-ibuku saat menjelaskan tentang ayahnya pada orang lain.

Tuan Choi kemudian tersenyum sambil mengelus kepala Sooyoung. Hatinya sangat senang dan terharu hingga membuat matanya berkaca-kaca. Putriku yang keras kepala tetaplah putriku..

“Kau memang anak baik. Appa pergi dulu, ne?

Tuan Choi kemudian pergi setelah Sooyoung menganggukan kepalanya. Sooyoung melanjutkan membereskan barang-barangnya. Ia menaruh pigura foto ibunya bersama dirinya di rak, menaruh baju-bajunya di bagian sudut lemari yang kosong, dan menaruh kosmetiknya di meja rias. Setelah semuanya sudah rapi, Sooyoung mengeluarkan ponselnya lalu memotret benda-benda yang ada di kamar barunya itu dan memberikan nama satu per satu pada hasil jepretannya lalu meng-upload gambar tersebut ke account pribadinya seperti kebiasaannya.

“Ck.. ck… ck… dasar kampungan” ucap Minhwan yang tiba-tiba sudah ada di depan pintu kamar Sooyoung. Sooyoung yang sedang asyik memotret segera menghentikan kegiatannya dan beralih pada adiknya itu.

Ya! Apa kau tidak pernah diajarkan untuk mengetuk pintu?”

Wae? Shireo? Kalau tidak suka dengan kelakuanku keluar saja dari rumah ini”

Ya! Berani bicara tidak sopan pada kakakmu? Aku ini masih lebih tua darimu!”

Shireo” balas Minhwan datar. Bruk! Minhwan melemparkan sebuah tas ke hadapan Sooyoung dan membuat barang-barang yang ada di dalam jatuh berantakan. Sooyoung melihat ke arah tas itu dan baru menyadari kalau itu adalah salah satu tasnya yang mungkin tertinggal di ruang tamu tadi.

“YA!”

“Barangmu menghalangi jalan orang lain tahu! Harusnya kau berterima kasih karena aku mengembalikannya langsung padamu. Masih untung tidak aku buang”

“YAAA! Berani berbuat tidak sopan padaku sekali lagi maka aku akan—“

Mwo? Mengadu pada appa? Ckckck…” Minhwan menggelengkan kepalanya sambil mendecakan lidahnya. Ia kemudian berbalik untuk kembali ke kamarnya.

“Hiaaaaat!” Belum sampai dua langkah Minhwan berjalan Sooyoung sudah lompat ke atas punggungnya dan mencengkram erat leher Minhwan dengan tangannya. Sebelah tangannya lagi ia gunakan untuk menjitak kepala Minhwan.

“YA! YA! Apa yang kau lakukan?! Turun dari punggungku! YA! Aaauww, sakit! Hentikan!”

“Tidak sebelum kau meminta maaf padaku!”

“Cih, Aku tidak sudi!” Minhwan masih berusaha melepaskan kukungan Sooyoung sambil memutar-mutarkan badannya, berharap Sooyoung pusing dan terjatuh. “YA! Apa kau tuli!? Cepat lepaskan!” Minhwan masih mencoba melawan sambil sesekali mengaduh kesakitan. Ia tak menyangka kalau tenaga Sooyoung ternyata besar juga.

“Masih keras kepala rupanya? Apa kau tidak tahu aku ini sabuk hitam di taekwondo?”

Mwo?! Kau bisa kutuntut karena tindak penganiayaan!”

“Apa-apaan kalian!?” seru nyonya Choi setengah berteriak pada mereka. Sooyoung yang kaget segera melepaskan kukungannya dan turun dari punggung Minhwan.

Eomma! Lihat betapa brutalnya putri kesayangan appa ini!” ucap Minhwan pada ibunya sambil mengaduh kesakitan yang dilebih-lebihkan. Sooyoung tak membalas dan hanya melihat tajam pada Minhwan. Coba lihat! Siapa yang sebenarnya tukang ngadu, eoh? Umpatnya dalam hati.

Annieyo eomoni, bukan begitu, aku tadi hanya—“ Sooyoung menghentikan ucapannya saat menatap nyonya Choi langsung. Walau samar tapi Sooyoung dapat melihat kalau mata ibu tirinya itu sembab. Berbeda saat pertama kali melihatnya tadi.

“Aku sudah berusaha baik untuk mengantarkan tasnya yang tertinggal tapi ia malah mencekikku“ Minhwan meneruskan omongannya karena Sooyoung berhenti bicara. Sooyoung masih diam sambil memberikan deathglare-nya pada Minhwan. Anak macam ini, apa ia tidak bisa melihat kalau ibunya seperti habis menangis? Bukannya khawatir pada ibunya malah merengek yang tidak jelas. “Lihat! Lihat! Sekarang ia menatapku dengan tatapan membunuh, eomma!”

“Sudah diam!” ucap nyonya Choi tegas dan membuat Sooyoung dan Minhwan sama-sama kaget. Mereka berdua tidak menyangka kalau nyonya Choi justru akan berteriak pada anak laki-lakinya sendiri. “Kau pikir dengan berkata begitu eomma akan membelamu?”

Eomma…”

“Kalian sudah cukup besar, jadi bertingkahlah lebih dewasa” nyonya Choi menatap Sooyoung dan Minhwan bergantian lalu pergi meninggalkan mereka berdua. Sooyoung melipat kedua tangannya di depan dada dan menyunggingkan sebelah bibirnya pada Minhwan. Minhwan yang merasa tidak ada backingan lagi dapat merasakan aura iblis menguar dari tubuh Sooyoung. Ia melihat Sooyoung dengan takut-takut sambil perlahan mundur ke belakang.

“Lihat saja! Aku akan melakukan pembalasan!” ucap Minhwan terakhir sebelum ia berlari ke kamarnya dan mengunci pintunya rapat-rapat. Sooyoung hanya tertawa melihat tingkah adiknya itu.

“Dasar bocah” katanya sambil tersenyum penuh kemenangan. Sooyoung berbalik dan berjalan kembali menuju kamarnya. Belum sampai pintu kamar, Sooyoung melihat Minho sudah berdiri di ambang pintu kamarnya sendiri—yang berada di sebelah kamar Sooyoung—dan bersandar pada tembok. Ia memasukan kedua tangannya ke kantung celana dan memandang Sooyoung datar. Sooyoung yang merasa tidak nyaman diperhatikan seperti itu mengangkat sebelah tangannya untuk sekadar menyapa Minho.

A-annyeong” katanya ragu-ragu sambil tersenyum kaku. Minho tidak menjawab melainkan terus memandangnya tanpa ekspresi, membuat Sooyoung merasa semakin jengah. Sooyoung melipat kedua tangannya ke depan dada. Kakak beradik ini mungkin memang harus diberi pelajaran dulu tentang tata krama rupanya. Wae? Suka dengan apa yang kau lihat? Atau kau mau membela adikmu?”

“Apa benar kau sabuk hitam taekwondo?” pertanyaan Minho membuat Sooyoung menyunggingkan sebelah bibirnya. Apa ia sekarang takut? Haha. Ini awal yang bagus untuk mendidik adik-adik macam begini.

“Tentu saja benar, aku sudah belajar taekwondo sejak SMP lalu—“

“Kalau begitu baguslah. Pastikan appa tahu hal itu agar ia tak akan menyuruhku untuk menjagamu” Minho berbalik untuk masuk ke kamarnya kemudian menutupnya.

“Aiissshh, YA!” Dasar kurang ajar, apa mereka selalu memotong omongan setiap orang? “Siapa yang memintamu untuk menjagamu hah? Aku juga tidak sudi!” umpat Sooyoung lalu berjalan menghentak menuju kamarnya.

***

Changmin masuk ke ruangan Kyuhyun setelah ia mengetuk pintunya. Dokumen yang ia bawa ia letakan di hadapan Kyuhyun untuk di baca dan ditandatangani.

“Oh iya, sajang-nim, aku lupa melapor tentang panti asuhan di Cheongju itu”

“Lalu bagaimana hasilnya?”

“Ternyata pengurus yayasan panti itu bukanlah pemilik yang sebenarnya. Beberapa tahun yang lalu panti asuhan itu pernah ingin ditutup karena kekurangan biaya, namun seseorang menyelamatkan panti itu dengan membelinya agar anak-anak yang di sana tidak terlantar”

“Apa? Kau yakin?”

“Tentu saja sajang-nim, dokumen kepemilikan yang ada pada pengurus panti hanyalah copy-an sedangkan yang asli masih ada di pemilik yang sebenarnya. kita masih bisa menggusur panti itu jika kita bisa berhasil mencapai kesepakatan dengan pemilik aslinya”

“Benarkah? Wah, bagus kalau begitu. Kita bisa membujuk orang itu”

“Hanya saja…” Changmin terlihat ragu untuk mengatakan kalimat selanjutnya.

“Ada apa?”

“Hanya saja pemiliknya bukan orang sembarangan sajang-nim

“Siapa?”

“Aku masih belum bisa memastikan siapa orangnya, tapi yang pasti ia salah seorang dari keluarga Choi karena menurut data yang aku selidiki, rekening bank yang digunakan untuk pembayaran panti itu berasal dari rekening Choi corporation”

“A-apa? Ja-jadi pemiliknya tuan Choi?”

“Aku belum bisa bilang begitu, tapi kemungkinan besar iya karena beliaulah yang sekarang menduduki posisi tertinggi pada perusahaan itu”

“Tapi kenapa? Untuk apa ia membeli panti kecil itu? Apa untungnya?”

“Entahlah, sepertinya untuk alasan pribadi. Karena itulah sajangnim, kurasa akan sulit untuk menggusur jika perusahaan Choi justru melindungi panti itu”

“Apa ayahku tahu mengenai hal ini?”

“Aku belum memberitahukan padanya”

“Kalau begitu jangan beri tahu dia tanpa seizinku”

Ne, algesseumnida

***

Minhwan berjalan mengikuti Minho sepanjang koridor sekolah. Daritadi ia tak henti-hentinya berceloteh sendiri di samping Minho. Ia terus saja mengeluh seputar masalah Sooyoung yang dianggapnya sebagai benalu dalam keluarganya.

Hyung, kau ada di pihakku kan? Kalau kita bersama-sama memprotes kehadiran anak itu, kita pasti bisa mengeluarkannya dari rumah. Aku curiga, sudah sekian tahun kenapa baru sekarang anak itu muncul? Aku takut kehadirannya akan merusak keharmonisan keluarga kita hyung, kemarin saja, eomma memarahiku karena anak itu”

“Itu kan karena kesalahanmu sendiri bodoh” Minho menjitak kepala Minhwan.

“Tapi tetap saja! Apa kau tidak merasa terganggu atau curiga sedikitpun pada anak itu?”

“Aku tidak perduli selama ia tidak mencampuri urusanku dan mengganggu hidupku”

“Tapi bagaimana jika perusahaan keluarga Choi diberikan pada anak itu?”

“Aku tidak masalah jika keputusan appa memang seperti itu”

Mwo?!” Minhwan menghentikan langkahnya dan sedikit berteriak pada Minho. “Micheosseo? Kau mau melepaskan jabatan yang seharusnya untukmu demi anak yang tidak jelas itu?”

Minho tidak menjawab melainkan terus berjalan dan memandang lurus ke depan dengan cuek. “Suatu saat bisa saja ia yang mengusir kita dari rumah itu hyung! Kau pikir enak jadi gelandangan?” teriak Minhwan pada Minho yang masih belum juga memperdulikan omongannya. “Kau pikir Krystal noona mau hidup dengan orang miskin, eoh?” Kali ini Minhwan tersenyum karena akhirnya kata-katanya memberikan respon. Minho menghentikan langkahnya. Minhwan yang tadi sempat tertinggal di belakang segera menghampiri kakaknya lagi. “Karena itulah hyung, kau harus bekerja sama denganku jika mau menyingkirkan anak itu” tambahnya lagi sambill memegang sebelah pundak Minho.

“Krystal!” Panggil Minho yang tadi sempat melihat Krystal. Minho segera menampis tangan Minhwan dari pundaknya dan berlari menuju ke tempat Krystal berada. Rupanya tadi Minho menghentikan langkahnya bukan karena omongan Minhwan tapi karena ia melihat Krystal di ujung koridor.

“Hhh…” Minhwan menghela nafasnya malas. “Kapan hyung akan membuka matanya lebar-lebar untuk gadis-gadis yang lebih cantik di luar sana” ucap Minhwan setelah kakaknya sudah lenyap dari hadapannya.

***

Makan malam di keluarga Choi tampak hening karena tak ada yang mau berbicara di tengah acara makan. Hanya suara dentingan sendok garpu pada piring yang dapat di dengar oleh telinga mereka. Padahal sudah satu minggu Sooyoung disini tapi kekakuan dalam keluarga mereka masih saja tak berubah. Sooyoung sebenarnya penasaran, apakah kehadirannya membuat mereka menjadi canggung ataukah makan malam keluarga mereka memang selalu membosankan seperti ini? Sooyoung sendiri pun masih belum bisa nyaman di keluarga ayahnya itu.

“Nenek kalian mengundang kita dalam acara makan malam. Appa mau semuanya hadir. Jadi, sediakan waktu untuk besok malam” ucap tuan Choi memecah keheningan mereka.

Ne” ucap Minho dan Minhwan malas-malasan. Sooyoung menatap ayahnya heran. Nenek? Aku tidak tahu kalau aku masih mempunyai nenek. Tanyanya dalam hati.

“Ng… Apa aku perlu ikut juga?” tanya Sooyoung pada ayahnya.

“Tentu saja. Justru halmoni-mu sangat ingin bertemu denganmu. Besok kau akan appa kenalkan pada anggota keluarga kita yang lain”

Ne. Jam berapa kita akan berangkat?”

“Mungkin sekitar jam 6, halmoni-mu sangat tidak suka jika ada yang terlambat”

“Kalau begitu, apa aku bisa pergi dulu dengan temanku? Aku janji akan kembali secepatnya”

“Temanmu? Laki-laki atau perempuan?”

“Perempuan, appa pernah bertemu dengannya, namanya Yoona”

“Oh, baiklah kalau begitu kau boleh pergi tapi kau harus sudah pulang jam 5 sore. Dan juga minta supir untuk mengantarmu”

Ne, arrasseoyo” Sooyoung mengangguk dan mereka pun melanjutkan makannya.

“Oh iya, eomoni, apa aku boleh menggunakan dapur? Aku mau membuatkan kue untuk temanku” tanya Sooyoung takut-takut pada nyonya Choi. Walau itu adalah rumah ayahnya, tapi dapur itu adalah daerah kekuasaan semua istri kan? Sooyoung merasa kurang sopan jika dengan seenaknya menggunakan dapur tanpa seijin pemiliknya, apalagi ia masih merasa seperti orang lain di rumah itu.

“Terserahmu saja” ucap nyonya Choi datar tanpa melihat Sooyoung lagi.

Kamsahamnida” balas Sooyoung.

***

Next day

Sejak sampai apartemennya tadi, Kyuhyun tak henti-hentinya menggeram kesal dan mengacak rambutnya sendiri. Sudah berkali-kali ia bolak-balik dengan menghentakkan kaki dan mengecak pinggang. Changmin yang berada tak jauh dari Kyuhyun hanya bisa menggeleng dan mendecakan ludah melihat kelakuan bos sekaligus temannya itu. “Aaarrghh! kenapa susah sekali menemui tuan Choi sih?” umpat Kyuhyun frustasi.

“Kan sudah kubilang padamu. Tuan Choi itu memang susah ditemui. Kalau hari biasa jadwalnya selalu penuh, maka kalau hari libur ia tidak akan mau diganggu tentang masalah pekerjaan. Kata sekretarisnya, biasanya kalau hari libur tuan Choi akan mengabaikan semua telepon dan pesan yang masuk jika bukan dari anggota keluarganya”

“Aiiissh… lalu aku harus bagaimana lagi untuk menemuinya?”

“Bagaimana kalau kau minta bantuan ayahmu?”

Mwo? Tidak, terima kasih. Apa tak ada cara lain? Kau tahu sendiri aku sedang menghindari orangtuaku”

“Astaga… berapa sih usiamu? Kekanakan sekali. Kau itu menyusahkan orang lain tau. Harusnya hari ini aku bisa bersenang-senang dan menikmati hari libur kalau saja kau tidak menelponku tiba-tiba dan menyuruhku menemanimu pergi ke rumah tuan Choi. Eh sudah jauh-jauh kesana ternyata tuan Choi malah tidak di rumah. Hhhh… Sudahlah tak ada cara lain lagi, cepat telepon ayahmu dan minta bantuannya”

“Tapi tua bangka itu kan tidak tahu tentang masalah panti itu dan pasti ujung-ujungnya ia akan memaksaku untuk dijodohkan sebagai imbalannya!”

“Memangnya kenapa sih kalau dijodohkan? Menantu pilihan orangtuamu pasti juga bukan yeoja sembarangan kan?”

“Ah, kau tidak akan mengerti. Memangnya kau sendiri mau dijodohkan, eoh?”

“Aku? Aku sudah”

Mwo?”

“Iya, aku sudah dijodohkan dan sebentar lagi kami akan tunangan”

“Apa? K-kau menerimanya begitu saja? Semudah itu?”

“Tentu saja, untuk apa sih diambil susah?”

“Tapi kan—“

“Kau sebenarnya tidak mau dijodohkan atau kau masih belum bisa melupakan cinta pertamamu itu?”

Kyuhyun terdiam sejenak. Sejujurnya ia juga sedang mencari jawaban untuk dirinya sendiri. Benarkah ia masih mencintai perempuan itu?

“Ternyata benar dugaanku” lanjut Changmin lagi.

“Apa? Aku bahkan belum berkata apapun”

“Dengan melihat perubahan ekspresimu saja semua bisa kubaca dengan jelas. Bahkan tanpa kau sadari pun pikiranmu sedang mengingat perempuan itu kan?”

“Aku hanya—“

“Kukira aku dapat mengerti perasaan orangtuamu. Cho Kyuhyun, bahkan jika kau bukan dari keluarga kaya raya sekalipun, orangtuamu akan tetap khawatir melihat keadaanmu yang seperti ini”

“Apa hubungannya masalah percintaanku dan harta keluargaku?”

“Astaga” Changmin menghela nafas berat sambil menggelengkan kepalanya. “Apa IQ-mu benar-benar 190, Cho Kyuhyun? Tentu saja berhubungan! Kim Tan, Woo Hwan, Gu Junpyo, mereka bahkan tunangan saat masih SMA. Untuk seorang chaebol seperti dirimu, usiamu yang sekarang bahkan harusnya kau sudah menikah dengan anak dari konglomerat lainnya”

“Kau terlalu banyak menonton drama, Changmin”

“Itu kenyataannya Cho, saat ini pasti sudah ada puluhan wanita yang sedang mengincarmu karena statusmu yang masih single. Daripada kau tertipu dengan wanita yang tidak baik yang hanya mengincar hartamu, bukankah lebih baik kau bersama dengan wanita yang sudah jelas asal usulnya dan mempunyai status social yang sama sepertimu? Orangtuamu pasti berpikir sama sepertiku”

“Ah, terserah, yang pasti aku tidak sepertimu. Aku akan menemukan cara lain” Kyuhyun mengambil blazer-nya dan mulai berjalan keluar.

“Kau mau kemana lagi?”

“Ke café. Aku harus menenangkan pikiranku dulu baru bisa menemukan ide lain”

“Aku ikut!” Changmin kemudian menyusul Kyuhyun yang sudah berjalan duluan di depannya. Mereka berdua kini menuju sebuah café yang merupakan milik sahabat mereka. Kyuhyun dan Changmin memang sering datang ke café itu entah itu untuk makan, hang out, ataupun mengobrol ringan bersama sahabatnya.

Kyuhyun memarkirkan mobilnya  ketika ia sudah sampai di depan café dengan papan bertuliskan Black Pearl di atasnya.

Hyung!” seru seseorang begitu Changmin dan Kyuhyun masuk ke dalam café tersebut.

“Suho-ya” balas Changmin sambil tersenyum sedangkan Kyuhyun hanya mengangkat tangannya sebagai tanda ia mendengar panggilan Suho. Mereka berdua kini menghampiri Suho yang berada di balik meja pantry. Walaupun Suho adalah pemilik café ini tapi ia memang suka menjadi barista. “Apa kabar? Sepertinya café-mu makin ramai saja” kata Changmin setelah mereka berdua duduk di kursi tinggi depan Suho. Suho kemudian mengambil dua gelas dan membuatkan minuman yang biasa Kyuhyun dan Changmin pesan.

“Lumayan hyung. Karena aku merekrut pegawai-pegawai tampan itu, gadis-gadis apalagi yang remaja jadi makin banyak yang kesini. Ahahaha… rupanya ide hyung memang jenius!” balas Suho sambil memberikan dua jempolnya untuk Changmin.

“Ahahaha.. sudah kubilang kan, saranku itu tidak pernah salah. Kalau saja seseorang mau mengikuti saranku maka ia pasti tidak akan kebingungan seperti sekarang” Changmin tertawa mengejek sambil melirik ke arah Kyuhyun. Kyuhyun hanya memutar bola matanya malas dan meneguk minumannya yang sudah jadi.

“Joonmyeon-ie, aku mau main” kata Kyuhyun sambil beranjak dari kursi dan menuju ke panggung kecil di café itu. Suho yang bernama lengkap Kim Joonmyeon itu menganggukkan kepalanya.

Ne, silahkan hyung, beberapa pelangganku selalu menantikanmu bermain piano lagi”

Sooyoung dan Yoona meminum jusnya yang baru saja diantarkan pelayan ke meja. Ini adalah pertama kalinya mereka datang ke café Black Pearl. Seohyunlah yang merekomendasikan tempat ini ke mereka berdua. Karena hari ini temannya yang lain tidak bisa ikut kumpul maka hanya Sooyoung dan Yoona saja yang pergi ke café itu.

“Waah, aku sungguh iri padamu” ucap Yoona sambil mendesahkan nafasnya setelah Sooyoung menceritakan tentang keluarga ayahnya. “Seharusnya kau bersyukur punya ayah kaya raya yang sayang padamu begitu. Bukannya yang kerjaannya tukang mabuk dan meminta uang dari anaknya sendiri seperti aku ini. Hhhh…. Sungguh malang nasibku”

“Apanya yang bersyukur sih, kehadiranku saja sudah seperti hama di sana. Mereka semua ingin aku cepat angkat kaki dari rumah itu”

“Tapi ayahmu kan tidak”

“Mungkin” tanpa sadar Sooyoung tersenyum saat mengingat ayahnya yang selalu bersikap baik dan sayang padanya. Selain kebutuhan materi terpenuhi, ayahnya juga tak pernah lupa memberi Sooyoung perhatian. Bahkan selarut apapun tuan Choi pulang, ia selalu menyempatkan diri ke kamar Sooyoung untuk mengecek keadaan putrinya, merapatkan selimut, atau memberi kecupan di dahi. Mungkin ibunya benar, ayahnya tak seburuk yang ia kira. “Aku hanya rindu dengan aroma masakan yang eomma buat, menyapa pelanggan di toko, mengantarkan pesanan, berbelanja, membersihkan rumah, dan semuanya! aku ingin sekali melakukan itu lagi.”

“Ck..ck..ck… aku justru malah ingin bisa bermalas-malasan. Sayangnya aku tidak bisa karena harus bekerja. Hhhh… seandainya kita bisa bertukar tempat” desah Yoona lagi untuk kesekian kalinya. “Oh iya, terima kasih ya atas kue-nya, aku terselamatkan karena mu. Kalau tidak, sepupuku yang usil itu pasti tak henti-hentinya menagih janji ku yang ingin membelikannya kue coklat, padahal kan aku sedang tak punya uang”

“Eung, aku senang bisa membantu”

Gomawo. Oh iya, kau bilang adikmu itu laki-laki ya? Beda umurnya juga tidak jauh dengan kita kan? Bagaimana kalau kau mengenalkannya padaku? Siapa tahu kita bisa menjadi keluarga nantinya. Kkkk~”

“Jangan harap. Aku tidak sudi jadi kakak iparmu. Kau matre sih. Ahahaha..”

“Sial kau” umpat Yoona sambil mengerucutkan bibirnya.

“Lagipula kurasa kau tidak akan tahan dengan adikku. Minho itu itu orang yang sangat dingin, cuek, dan tidak pedulian. Sedangkan Minhwan sangat kekanak-kanakan, cerewet, dan usil. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana tersiksanya perempuan yang menjadi kekasih mereka”

“Asalkan punya uang banyak, hal lainnya bisa menjadi nomor dua. Kkkk~”

Ting. Ting. Ting. Suara dari tuts piano yang berada di panggung kecil di tengah café itu tiba-tiba berbunyi dan mengalihkan pembicaraan mereka. Yoona dan Sooyoung melihat ke sumber suara dan memperhatikan Kyuhyun yang sudah duduk di kursi depan piano. Beberapa kali jari-jari Kyuhyun menekan tuts-tuts piano itu untuk mengetes suaranya.

“Astaga.. apa semua orang yang dipekerjakan disini selalu tampan-tampan seperti itu ya? Pantas saja Seohyun menyuruh kita sesekali kesini, ternyata ini alasannya” ucap Yoona saat ia terpesona dengan wajah Kyuhyun. Sooyoung hanya menggeleng pelan dan kembali memakan spaghetti-nya.

“Yasudah, kau pacari saja salah satu dari mereka”

“Kalau aku punya banyak uang, aku pasti sudah melakukannya, sayangnya aku tidak mencari seorang pria dengan penghasilan sebagai pelayan atau musisi yang pekerjaannya tidak tetap seperti itu, aku harus mencari pria kaya yang mau menerima kehidupanku yang susah ini”

“Dasar matre” ejek Sooyoung lalu melanjutkan makannya lagi. Yoona tidak membalas perkataan Sooyoung melainkan semakin memperhatikan Kyuhyun yang kini sudah memulai memainkan nada intro lagu yang akan ia bawakan.

Geudael saranghan maneun heunjokdereun ijen jiwoyagetjyo… Geudae sajindo hamke naneun chatjando juindo eobsi nama itjyo…”

(Now I need to erase the many traces of loving you… Your pictures, the teacups we shared, they remain without an owner)

Sooyoung menghentikan kegiatan makannya saat ia mendengar suara merdu yang baru saja singgah di telinganya.

Chuokmaneuron ne miryonmaneuron do neun imi eopneun modeun gotdeureul

(With just memories, with just my lingering attachments. All of these things don’t have meaning anymore)

Sooyoung kini menoleh ke arah sang pianis dan focus dengan apa yang ia lihat dan dengar. Ternyata bukan hanya tampan dan pandai bermain piano tapi orang itu juga mempunyai suara yang merdu. Entah mengapa suara Kyuhyun begitu tenang dan membuatnya dapat merasakan kesedihan dalam setiap liriknya. Sooyoung memejamkan matanya dan semakin terhanyut dalam lagu yang Kyuhyun bawakan.

“…Sarang do opjyo nege nameun goragon geudeye chuokpun… Bancokeul iro amu sseulmodo opsi nal mugobgeman hal puninde…

(There is no more love, the only thing that remains is your memory… Since I lost my other half, it has no use but just weighs me down…)

“Geudel saranghan geu heunjogeul chiujyo ne bang gadeukhan geudeye hyanggikajido… Hajiman ne ane namaitneun sarangeun jiuryo hedo modu boriryo hedo… Geuge jal andwenabwayo geudega ne mame beoso…

(I clean the traces of loving you, even your scent that fills my room… But though I try to erase the love inside of me, though I try to throw it out… It’s not that easy because you have settled in my heart)

“Youngie, aku mau ke toilet dulu ya” suara Yoona menghentikan lamunan Sooyoung. Yoona segera berdiri dari duduknya dan menuju toilet. Sooyoung yang sudah membuka matanya kini melihat ke arah Kyuhyun. Sooyoung bertanya dalam hati apakah penghayatan itu hanya karena keprofesionalan semata atau memang benar pria itu sedang sakit hati? Lagi-lagi ia terpesona. Kyuhyun dengan segala kemahiran dan penghayatannya dalam menyanyikan lagu benar-benar terasa pilu. Hebat sekali sampai membuatku ingin menangis. Tanpa sadar Sooyoung tersenyum dan memuji Kyuhyun dalam hatinya.

Sooyoung membelalakan matanya saat tiba-tiba Kyuhyun menatapnya balik dan membuat Sooyoung malu seketika. Walaupun kejadian itu hanya terjadi dalam hitungan detik tapi cukup membuat jantung Sooyoung berdebar karena takut pianis itu menyadari kalau sejak tadi Sooyoung memperhatikannya. Sooyoung kemudian meminum jusnya lagi untuk menenangkan diri. Beberapa kali ia menarik nafas panjang. Setelah beberapa saat, Sooyoung menoleh lagi ke arah Kyuhyun.

“Uhukk uhukk” Sooyoung seperti tersedak udara yang ia hirup sendiri saat dirinya malah melihat Kyuhyun sedang tersenyum menatapnya di sela-sela nyanyiannya. Sooyoung jadi salah tingkah sendiri dan wajahnya kini semakin memanas.

Prok prok prok prok. Riuh tepuk tangan penonton menandakan selesainya lagu yang dibawakan Kyuhyun. Rupanya ia memang cukup terkenal diantara pelanggan café ini. Kyuhyun membungkuk hormat dan turun dari panggung. “Fiuuuh…” Sooyoung bernapas lega karena akhirnya ia bisa melanjutkan makannya dengan tenang.

“Youngie! Youngie! Youngie!” Panggil Yoona saat ia sudah duduk di hadapan Sooyoung lagi. “Kau tahu tidak aku tadi habis mengobrol dengan siapa?”

“Siapa? Pelayan yang bernama Kai itu?” tanya Sooyoung tanpa tertarik sedikitpun dengan omongan Yoona. Ia menggulung spaghetti-nya dengan garpu dan memasukannya ke dalam mulutnya.

“Eiih, bukan!”

Annyeong, Sooyoung!” tiba-tiba Changmin muncul dari belakang Yoona dan menyapa Sooyoung yang mulutnya sedang dipenuhi oleh spaghetti yang menjuntai dari mulut ke piring.

“Uhuk..uhuk…” Astaga kenapa Yoona tidak langsung bilang saja kalau orang yang ia maksud adalah Changmin oppa.

Changmin terkekeh pelan sambil memberikan segelas air putih dan menepuk-nepuk punggung Sooyoung perlahan. Changmin kemudian mengambil duduk di meja yang sama dengan Sooyoung dan Yoona. “Maaf mengagetkanmu” ucap Changmin setelah Sooyoung selesai minum.

“Kau meminta maaf tapi menertawakanku juga” Sooyoung mengerucutkan bibirnya sebal.

“Ahahaha… habis kau memang lucu sekali sih, mian” Changmin tiba-tiba mengambil tisu dan membersihkan mulut Sooyoung dari sisa saus spaghetti dengan tisu itu. Yoona hanya bisa melongo iri sedangkan Sooyoung merasa jantungnya berdebar lagi. Sepertinya makan siangnya kali ini memang tidak bisa berjalan dengan tenang. “Kita bertemu lagi secara kebetulan, apa kalian sering kesini?” Changmin mulai membuka percakapan.

“Ini pertama kalinya kami kesini” jawab Yoona dan membuat Changmin mengganggukan kapalanya. “Oppa sendiri?”

“Lumayan, pemilik café ini adalah temanku” saat Changmin mengatakan itu mata Yoona langsung mengkilat seakan melihat lembaran won di depannya. Bibirnya membentuk seringai dan pikirannya menyusun strategi dengan cepat. Dibandingkan dengan pekerja kantoran bukankah seorang yang memiliki restoran jauh lebih keren?

“Wah, benarkah, oppa? Kurasa temanmu itu jenius sekali. Café dengan konsep seperti ini kan sangat jarang di Seoul, dan makanannya pun enak sekali. Aku penasaran seperti apa rupa temanmu itu” ucap Yoona panjang lebar.

“Ahahaha… dia pasti akan terbang kalau mendengar café nya ini dipuji seperti itu. Jika ada kesempatan mungkin aku akan mengenalkannya padamu, tapi sekarang sepertinya dia sedang sibuk” Yoona tersenyum semakin lebar mendengar jawaban Changmin. “Oh ya, Seohyun dan teman kalian yang lain tidak ikut?”

“Huh, mereka sedang sibuk berkencan dengan kekasih mereka masing-masing” jawab Sooyoung.

“Benarkah? Semuanya?”

Sooyoung dan Yoona mengangguk.

“Aku tidak pernah tahu kalau Seohyun punya kekasih dan aku tak pernah melihat ia membawa laki-laki ke rumahnya” Sooyoung terpaku saat Changmin menyanyakan itu. Ia baru saja ingat kalau Changmin dan Seohyun adalah tetangga dan teman sejak kecil. Jika Seohyun memiliki kekasih dan Changmin tidak mengetahuinya, berarti Seohyun memang punya alasan kuat untuk merahasiakannya. Sooyoung khawatir informasi ini membuat hubungan Seohyun dan Changmin rusak.

“Ssssttt… ini rahasia diantara kita saja ya oppa” ucap Yoona yang dengan semangatnya ingin bercerita. Sooyoung melotot ke arah Yoona dan memberinya kode untuk diam namun Yoona sama sekali menghiraukan hal itu. Ia sudah terlalu senang akan dikenalkan pada teman Changmin, si pemilik café, jadi terlalu focus pada Changmin agar mereka bisa bertukar informasi lain lagi. “Sebenarnya Seohyun juga tak pernah mengenalkan kekasihnya itu pada kami ia juga tidak mengaku kalau sedang pacaran. Tapi kami tahu ia memiliki kekasih karena—“

“Karena kami pintar dalam menebak!” ucap Sooyoung memotong omongan Yoona sebelum membocorkan cerita lebih jauh. Sooyoung melotot ke arah Yoona dan kemudian tertawa.

“Ahahaha…” Yoona yang mengerti akhirnya mengikuti Sooyoung.

Changmin menatap Sooyoung dan Yoona dengan curiga. Tentu saja alasan itu bukanlah suatu hal yang wajar dan mudah diterima. Siapapun tahu kalau kedua anak ini sedang menyembunyikan sesuatu dari Changmin. Sebenarnya Changmin sangat penasaran dengan cerita tentang Seohyun tapi sepertinya kedua temannya itu tak mau membicarakan rahasianya lebih lanjut. Sepertinya ia memang harus menghormati keputusan mereka untuk merahasiakan hal ini. Jika bukan sekarang, cepat atau lambat ia juga akan mengetahuinya. “Kalau begitu diantara kalian, yang belum punya kekasih siapa?”

“Aku!!” jawab Yoona semangat. Changmin tersenyum singkat dan gantian melirik ke arah Sooyoung menantikan jawabannya.

“Aku baru saja putus 3 bulan lalu” jawab Sooyoung malu-malu. Changmin tersenyum lagi dan sekarang lebih terasa penuh arti.

***

Sooyoung dan keluarganya akhirnya sampai di rumah neneknya pada pukul 7 malam. Semua keluarga besar Choi berkumpul disana. Karena tuan Choi merupakan anak tertua, ia mendapatkan sambutan yang paling ramah dan paling dihormati. Sooyoung pun mendapatkan perlakuan istimewa dari semuanya karena ini merupakan kali pertama setelah bertahun-tahun mereka bertemu kembali dengan Sooyoung.

“Apa kau ingat aku? Aku bibimu, Jiwoo” ucap adik perempuan dari tuan Choi.

“Maaf immo, aku—“

“Ah, mikir apa aku ini, dulu kau masih sekecil ini, tentu saja kau pasti lupa” balas Jiwoo sambil mengarahkan tangannya ke arah tanah untuk menggambarkan tinggi Sooyoung saat umurnya masih kurang dari 5 tahun. Jiwoo memeluk Sooyoung dan menepuk punggungnya sambil tersenyum. Saat yang lain sibuk dengan anggota baru keluarga mereka itu, nyonya Choi berusaha untuk tidak perduli dan mencari kesibukan lain dengan membantu menyajikan makanan di meja makan. Minhwan terus-terusan mendengus kesal dan memandang Sooyoung tajam sedangkan Minho mengobrol dengan sepupunya, Jonghun. Situasi menjadi hening saat sang pemilik rumah, alias sang halmoni keluar dari kamarnya dan berjalan menuju ruang tengah. Semua menyingkir dan memberikannya jalan saat ia bermaksud untuk mendekati Sooyoung. Semua mata tertuju pada mereka saat sang nenek dan cucunya itu berhadapan. Sooyoung agak sedikit takut dan tidak berani memandang mata neneknya itu. Ia bahkan tidak tahu kalau orang di depannya ini adalah neneknya. Nenek Choi kemudian memeluk Sooyoung erat.

“Kau memang anak Sangmi” ucap nenek Choi sambil mengusap-usap punggung Sooyoung. Wajah Sooyoung sangat mirip dengan ibunya dan mengingatkan kembali memori nenek Choi dengan nyonya Hong. Sebulir air mata berhasil lolos mengalir di pipinya yang tak luput dari kerutan. “Kau ingat aku? aku halmoni-mu”

Ha-halmoni…” panggil Sooyoung kikuk dan kini ikut membalas pelukan neneknya.

Setelah mengobrol singkat satu sama lain, mereka pun menuju meja makan dan memulai acara makan malam mereka. Nenek Choi sengaja menempatkan Sooyoung tepat di samping tempat duduknya. Berbeda dengan makan malam yang biasanya, makan malam kali ini diisi dengan penuh obrolan dan canda tawa. Sooyoung menjadi pusat perhatian untuk keluarga yang baru dikenalnya tersebut. Segala sesuatu yang berkaitan dengan Sooyoung menjadi ketertarikan tersendiri bagi adik, sepupu, maupun saudara tuan Choi.

“Oh iya, apa kau sudah mempersiapkan pertunangannya?” tanya nenek Choi yang cukup membuat Sooyoung tercekat.

“Pe-pertunangan? Siapa yang bertunangan?” tanya Sooyoung ragu.

“Tentu saja kau sayang. Apa kau sudah memilih calon tunanganmu? Atau kau sudah bertemu calon tunanganmu?”

Sooyoung berusaha tenang dengan segala keterkejutannya mendengar hal itu. Para bibi dan pamannya tersenyum menantikan jawaban Sooyoung sedangkan Minho, Minhwan, dan Nyonya Choi benar-benar tak perduli bahkan tak terusik sedikitpun dengan berita itu. Sepertinya memang hanya Sooyounglah yang baru diberitahukan mengenai masalah pertunangan yang menyangkut dirinya itu. Sooyoung kemudian menatap ayahnya dengan sengit. Tuan Choi menatap anaknya dengan tatapan bersalah sambil menggerakan mulutnya membentuk kalimat ‘akan-appa-jelaskan-nanti’ dan ‘mianhae’

TBC

*chaebol : konglomerat

5 thoughts on “(Pain)fully Loving You Part. 2

  1. kyuhyun mau dijodohkan? sooyoung juga? apa mereka berdua akan dijodohkan?
    next part soon..

    1. yep yep. kyuhyun, sooyoung, dan changmin juga. mereka bertiga dijodohin sama orangtuanya. kkkk~ buat tau siapa sama siapanya tunggu aja kelanjutannya ya ^^v hehe

Song Review